Fenomena Membeli Buku Terus Tapi Dibacanya Nanti-Nanti

Membeli buku merupakan hal yang positif, baik itu buku fisik maupun buku digital. Tapi, bagaimana jika itu menimbulkan kebiasaan buruk bagi beberapa orang? Ada yang bilang jika membaca buku dan membeli buku adalah hobi yang berbeda. Namun, pada akhirnya sama-sama membaca buku. Begitulah jadinya, tidak ada buruknya membeli buku. Bahkan jika hal itu membuatmu menghabiskan separuh gajimu untuk membeli buku. Ya, hanya saja setelah itu kamu harus makan nasi dengan kecap saja.

Ada istilah di Jepang yang merujuk pada hal ini, yaitu tsundoku, kebiasaan menumpuk buku yang tidak dibaca. Bahkan hal ini juga menjadi sebuah budaya di Negeri Sakura itu. Menumpuk buku dapat menimbulkan kesenangan tersendiri bagi seseorang. Apalagi jika ada diskon besar, sayang sekali jika tidak digunakan. Meskipun buku yang belum dibaca masih menumpuk di rak. Hal ini dialami oleh sebagian besar para pembaca buku. Jadi tidak perlu khawatir dan berpikiran jika kamu terkena sindrom membeli buku atau apalah itu.

Selanjutnya: Fenomena Membeli Buku Terus Tapi Dibacanya Nanti-Nanti

Kecepatan baca setiap orang memang berbeda, apalagi untuk mereka yang memiliki kesibukan lebih padat. Membiarkan TBR (To Be Read) menumpuk juga bukan hal buruk selama kamu masih meluangkan waktu untuk membaca. Sebenarnya penulis ini juga sama, bahkan bulan ini penulis sudah membeli 13 buku, meski masih terbaca satu saja. Tapi, jika hal ini terus berlangsung, kemungkinan akan membuat kita berada dalam kesulitan. Pertama, rumah semakin terasa sempit karena ruang termakan tumpukan buku. Kedua, kesehatan menurun karena kualitas makanan menurun, dan yap yang ketiga yaitu bisa bikin kita miskin.

Tapi, menumpuk buku bukan hanya sebatas kesenangan saja. Itu adalah sebuah investasi terhadap diri sendiri dan orang lain. Mungkin untuk diwariskan kepada anak cucu? Beberapa waktu lalu, penulis yang kebetulan aktif di Threads ini menemukan beberapa postingan yang menyebutkan bahwa menimbun buku adalah hal yang menguntungkan. Meskipun tidak langsung dibaca, namun, saat kita ingin membacanya misal 5 tahun lagi saat buku itu sudah tidak dicetak ulang, kita hanya perlu mencarinya ditimbunan buku di rumah. Apalagi harga buku yang makin naik dari waktu ke waktu. Mungkin saja buku yang hari ini harganya berkisar 50-100 ribu rupiah, 2 atau 3 tahun lagi akan jadi 150-200 ribu rupiah. Apalagi buku anak-anak yang harganya agak ga ngotak. Meskipun nyatanya buku di toko harganya rata-rata 100 ribu rupiah sekarang. Sudah banyak pula yang harganya sampai 200-300 ribu rupiah. Ini kira-kira 2 tahun lagi semahal apa harga buku? Please pemerintah Indonesia naikin umr kita atau kasih tunjangan buku!

Entah kenapa, seakan penulis ini mendukung fenomena tsundoku ini meski banyak efek negatif yang ditimbulkan juga. Tapi, selama masih ada uang untuk membeli buku, hal ini wajar-wajar saja. Apalagi jika uang bisa digunakan untuk menambah wawasan melalui buku-buku yang kemungkinan akan dilarang pengedarannya (lagi). Seperti beberapa waktu lalu yang buku dijadikan barang bukti penangkapan seorang aktivis. Jangan sampai Madilog dilarang edar. Buktinya memang banyak hal yang hanya bisa kita dapat dari membaca buku. Sejarah tidak hanya yang ada dalam buku sejarah, mungkin saja justru tampak nyata di dalam sebuah novel fiksi sejarah.

Meski begitu, harap baca buku kamu, agar uang yang kamu gunakan untuk membeli tumpukan buku itu tidak sia-sia. Dan jangan paksakan dirimu. Meski mungkin buku itu tidak dicetak ulang, kita masih bisa mencari bekasnya. Dan pesan untukmu, buku adalah pandangan penulisnya jangan biarkan buku memakanmu. Justru kamulah yang harus memakan isi buku itu. Selamat membaca bukumu!

by: Sfinasourus

Cara Membedakan Buku Asli Atau Original Dengan Buku Bajakan

Hai, Sobat Sirius!!! Semakin kesini semakin marak sekali buku bajakan yang dijual di toko offline maupun di marketplace online. Jika kalian adalah pembaca lama, mungkin bisa dengan mudah membedakannya. Tapi bagaimana dengan dengan pembaca pemula?

Penulis juga pernah tertipu saat membeli buku di marketplace online. Hanya karena tergiur harga yang murah dan rasa lumayan untuk bahan bacaan. Tapi, membeli buku bajakan merupakan hal yang ilegal dan ada hukumnya. Buku itu ditulis oleh penulisnya dengan penuh perjuangan dan tidak dalam waktu yang singkat. Belum lagi biaya riset dan penerbitan yang dikeluarkan oleh penerbit atau penulis( jika penulis menerbitkan secara mandiri). Singkatnya membeli buku bajakan itu sama saja dengan maling.

Sebenarnya cukup gampang membedakan buku-buku asli dengan yang bajakan. Jika kalian membeli di marketplace online bisa kalian baca di deskripsi produk. Penjual buku asli biasanya akan menulis keterangan asli atau original pada deskripsi produk. Namun, jika itu bajakan, penjual biasanya akan berbelit-belit. Seperti buku bagus, pdf printed, kualitas buku baik, cetakan lokal, ada harga ada kualitas, reprint, bahkan menjelaskan jenis laminasi covernya. Dan saat di tanya lewat chat apakah ori atau tidak, pasti mereka akan bilang yang sama jika bukunya baru dan cetakan lokal. Mereka menolak untuk bilang iya asli atau tidak.

Tapi, jika kalian membeli buku secara offline di toko selain toko-toko terpercaya( gramedia, togamas, periplus, dll). Misalnya di toko kecil di pasar, atau toko-toko di sudut kota. Mereka biasanya juga menjual buku asli, namun terkadang pula ada toko nakal yang mencampur buku asli dengan buku bajakan. Jadi kita sebagai pembeli harus cermat memilih.

Berikut beberapa perbedaan fisik buku asli dan bajakan:

  1. Cover
Cover buku asli timbul.
Cover buku asli bertekstur,
Buku bajakan kertas covernya jelek.

Cover buku asli biasanya memiliki ciri khas, entah itu jubul bukunya timbul, mengkilap atau kertas covernya yang memiliki tekstur. Namun, ada beberapa buku yang penulis beli di marketplace online terpercaya tapi covernya terkesan biasa saja, tidak timbul atau bertekstur. Ada pula perbedaan warna cover yang signifikan pada buku asli dan bajakan. Seperti sama-sama biru tapi bukan biru yang sama.

  1. Lem Pelekat

Ini adalah cara paling gampang untuk membedakan buku asli dan bajakan apalagi jika buku masih dalam keadaan segel atau terbungkus plastik yaitu dengan melihat bagian lemnya. Buku asli memiliki lem perekat yang kuat, banyak, dan rapi, sehingga membuat kertas buku lebih tahan dan tidak mudah copot. Sedangkan buku bajakan memiliki lem yang sedikit dan penjilidannya tidak rapi.

  1. Jenis Kertas
Buku asli yang jenis kertasnya hvs.
Buku bajakan kertas buram cetakan fotokopian.

Buku asli memiliki beberapa jenis kertas yang biasa digunakan oleh penerbit. Namun, umumnya buku atau novel original di indonesia menggunakan bookpaper dan hvs. Sedangkan buku bajakan kerap menggunakan kertas buram, atau bahkan ada yang memakai bookpaper sehingga cukup sulit dibedakan. Sehingga melihat jenis kertasnya saja kurang bisa menentukan keaslian buku.

  1. Ukuran buku

Beberapa waktu lalu penulis ingin membeli buku berjudul Minna no Nihongo buat belajar bahasa jepang di marketplace online. Karena kebanyakan sudah terjual, akhirnya penulis harus tenggelam ke banyak toko-toko yang mungkin menjual bekas. Dapatlah beberapa yang jual dengan harga yang sangat murah. Tapi ternyata di deskripsi barang menyebutkan ukuran kertas yang berbeda dengan buku asli yang harusnya ukuran B5 (mirip buku lks sekolah) justru malah berukuran A5.

  1. Hasil Cetakan
Sangat terlihat fotokopiannya.
Tinta tidak rata pada satu halaman yang sama.

Jika membeli buku yang sudah tidak tersegel justru lebih mudah lagi. Yaitu dilihat dari hasil cetakan tulisannya. Buku bajakan terlihat seperti fotokopian dan kualitasnya sangat buruk. Ketebalan tinta yang tidak merata, tulisan tidak jelas, dan noda-noda tinta yang menyebar. Pada buku asli jika dilihat dari dekat, gambar cetakan akan memiliki titik-titik yang detail gradasinya (kalau penulis biasanya menyebutnya berbentuk pixel-pixel). Mungkin ada beberapa buku yang sedikit cacat dari penerbitnya seperti tinta yang tipis dalam beberapa halaman. Kemungkinan hal tersebut terjadi karena saat cetak mesin mengalami kehabisan tinta. Jadi membuat beberapa halaman memiliki tulisan yang tipis tidak setebal halaman-halaman sebelumnya. Tapi kalau bajakan, dari halaman depan sampai belakang emang beda ketebalan tulisannya, seperti fotokopian. Ada yang tipis dan ada yang tebal di satu halaman yang sama.

Kalau untuk bookmark, beberapa buku memang tidak menyertakan bookmark. Jadi tidak bisa dijadikan tolak ukur keaslian buku. Tapi, setahu penulis, buku bajakan memang tidak pernah ada bookmarknya. Tapi, jika para pembajak mulai memberikan bookmark pada buku bajakan mereka, makin ngeri dunia perbukuan ini.

Nah itu tadi adalah cara membedakan buku asli dengan buku bajakan menurut pengalaman pribadi penulis.

Sebagai pembaca yang bijak, akan lebih baik jika kita makin teliti pada buku yang akan kita beli. Mungkin harga buku memang relatif mahal untuk kita orang Indonesia yang rata-rata gajinya kecil dan kita juga tidak mendapat tunjangan buku seperti negeri tetangga (karena uang negara kita tercinta dimakan koruptor dan buat hidupin DPR). Tapi bukan berarti kita menormalkan beli buku bajakan. Say NO to buku bajakan. Banyak buku-buku original yang dijual murah kok. Bahkan jika kalian mau pantengin marketplace online milik penerbit, biasanya mereka menjual buku stok lama mereka yang sudah mulai menguning dengan harga sangat murah. Atau kalau kalian suka dengan buku bekas justru lebih bagus. Tapi, jangan lupa minta video kondisi bukunya sebelum check out.

Semoga tips ini membantu kawan-kawan dalam membeli buku dan membantu sobat semua menjadi manusia yang lebih baik karena tidak menyumbang kepada maling karya orang lain. See you next time!!!!!

by: Sfinasourus